Rabu, 02 Januari 2008

Kita Cerai Saja....




Saat aku melamar istriku, aku merasa bahwa akulah pria yang paling beruntung di muka bumi ini. Bayangkan dari sekian juta pria di dunia ini, aku yang dia pilih untuk jadi suami-nya. Kalau aku persempit, dari sekian banyak pria di negara ini, di propinsi ini, di kota ini, di rumah ibuku yang anak pria-nya 3, aku yang paling bungsu yang dipilih untuk jadi suaminya! Aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu.Aku berusaha keras menjadi suami yang baik, bertanggung jawab pada istri, menjaga kehormatanku sebagai suaminya, menjadi ayah yang baik, membesarkan anak-anakku menjadi sholih dan sholihah, dan memberi anak-anakku makan dengan jalan yang halal. Aku memanfaatkan pernikahanku sebagai ladang amalku, sebagai tiket ke surga.Walaupun begitu... hidup seperti halnya makanan penuh dengan bumbu. Ada bumbu yang manis, yang pahit, yang pedas, dan lain-lain. Aku juga menghadapi yang namanya ketidakcocokan atau selisih paham dengan istriku, baik itu tidak sepaham, kurang sepaham, agak sepaham, hampir sepaham, atau apapunlah itu. Tapi aku tahu apa yang harus aku lakukan. Aku mencoba berpikiran terbuka, mengakui kebenaran bila istriku memang benar dan mengakui kesalahan bila aku memang salah. Aku mencoba bertutur kata lembut menegur kesalahan istriku dan membantunya memperbaikinya agar ia merubah sikapnya. It's all about compromising.Namun apalah daya... pada akhirnya, terucap pula kata itu dari bibir istriku "kita cerai saja!". hanya karena sebuah masalah kecil yang tanpa sengaja menjadi besar.Saat itu seperti kudengar suara petir menggelegar di kepalaku. Arsy pun berguncang untuk ke sekian kalinya. Dan hatiku hancur berkeping-keping. Aku menjadi pria paling pilu sedunia.Tak ada yang kupikirkan selain... yah kita memang harus berpisah! Kuingat kembali pertengkaran-pertengkaran kami sebelumnya... Kita memang sudah nggak cocok!Kupikirkan kesalahan-kesalahan apa yang telah aku lakukan namun lebih sering mengingat kesalahan-kesalahan istriku.Aku menangis sejadi-jadinya hingga dadaku sesak dan air mataku kering. Hari itu menjadi hari paling menyedihkan dalam hidupku.Tak kulihat istriku di sampingku keesokan paginya. Entah kemana ia. Tanpa sadar aku, layaknya aktor berakting di sinetron-sinetron, memandangi foto-foto kami dulu dengan berlinang airmata. Ngiris hati ini. Andai saja ada lagu Goodbye dari Air Supply yang mengiringiku, tentu semuanya menjadi scene yang sempurna.Sekilas kenangan lama bermunculan di benakku. Aku teringat pertama kali aku bertemu istriku, teringat apa yang aku rasakan saat aku melamar-nya. Aku tersenyum kecil hingga akhirnya tertawa saat mengingat malam pertamaku. Ha ha ha.Anak-anakku datang saat melihat ayah mereka ini tertawa, memelukku tanpa tahu apa yang sedang terjadi. Mereka masih kecil-kecil. Kupandangi mereka satu per satu.... Mereka mirip ibunya. Aku jadi teringat saat pertama kali kukatakan padanya bahwa ia akan menjadi ibu. Hhmmm...Ku lalui hari-hari penuh kekhawatiran bersamanya, menunggu kelahiran buah cinta kami. Dengan penuh kasih sayang, aku memegang tangan-nya, mencoba menenangkan-nya saat sang khalifah baru lahir, walaupun kutahu ia hampir saja pingsan. aku cium kening-nya saat semuanya berakhir walaupun wajah-nya penuh keringat saat itu. Saat kubuka mataku, di sampingku ia duduk menggendong bayi mungil itu. Bersamanya, kubeli tiket ke surga..."Bi, Umi mana?" suara anakku mengejutkan lamunanku. Tak sanggup kumenjawabnya. Hampir saja aku menangis lagi.Tiba-tiba kulihat sesosok bayangan dari balik dinding. istriku datang. Rupanya tadi malam ia tidur di musholla kami. Ia melihatku bersama anak-anakku. Mereka berhamburan menyambut Umi-nya, memeluk lututnya karena mereka belum cukup tinggi menggapai bahu Umi-nya itu. Ia membawakan makanan untuk mereka.Saat anak-anak sibuk dengan makanan itu, ia menghampiriku. Aku mencoba untuk biasa dan kuajak ia melihat foto-foto lama kami. Bernostalgia. Aku tertawa bersamanya. Mengingat yang telah lewat.Sesekali ia memandangku lembut. Aku tahu ia sedang berfikir. Namun aku khawatir ia sedang meyakinkan hatinya untuk benar-benar meminta cerai dan mengatur kata-kata agar aku dapat menerima keputusannya.Saat ia diam dan memandangku dalam-dalam, kukatakan padanya bahwa aku merindukannya sejak tadi malam. Ia tersenyum dan mengatakan bahwa ia pun merasakan hal yang sama.Hatiku lega. Kututup album foto itu dan kukatakan padanya bahwa selain dari semua kekuranganku tentu ada kelebihanku, selain dari semua yang tidak disukainya tentu ada yang disukainya, selain dari semua ketidakcocokan kita tentu ada bagian yang cocok. "Bila tidak, apa alasan Abang mau menikahi Dinda dulu? Dan .. bagaimana mungkin kita bisa bertahan selama ini?"Aku mencium kening-nya. Kurasakan air mata mengalir hangat di pipiku. Tapi bukan air mataku..."Allah memang hanya menciptakan Dinda buat Abang... Maafin Dinda ya..."Kuusap air mata dari pipinya dan ia membaringkan kepalanya dipangkuanku..."Maafin Abang juga ya, Dinda..."Entah apa yang membuatnya berubah pikiran. Aku tak ingin menanyakannya.Hanya dengan berada di sisiku pagi itu, aku rasa aku tahu jawabannya...Pernikahan itu bisa berumur panjang bila ada usaha untuk memanjangkannya dan bisa berumur pendek bila tidak ada yang mau berfikir panjang.

(Untuk Permaisuri-ku, aku ingin beranjak tua bersamamu... atas izin Allah)

Tidak ada komentar:

ayat-ayat cinta part 1 - 13

MUNAJAT CINTA.............!!!!!!!

KAMU, KAMU LAH SURGAKU....!!!!

DEWA

movie

Muse